Abu Bakar Ash-Shiddiq
cara-global.blogspot.com: Ia bernama asli Abdullah —dikenal juga dengan Atiq— bin Abu Quhafah Utsman bin Amir Al Qurasyi At-Taimi RA.
Yang meriwayatkan darinya adalah beberapa orang sahabat dan pemuka Tabi’in.
Ibnu Abu Mulaikah dan lain-lain mengatakan bahwa Atiq adalah julukannya.
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Nama yang diberikan oleh keluarganya kepada Abu Bakar adalah Abdullah, tetapi dia sering dipanggil dengan nama Atiq.”
Ibnu Ma’in berkata, “Dia dijuluki dengan Atik karena wajahnya ganteng.”
Al-Laits bin Sa’ad juga mengatakan hal yang senada.
Yang lain berkata, “Dia keturunan Quraisy yang paling tahu tentang nasab mereka.”
Dia tokoh masyarakat Quraisy yang pertama kali beriman.
Ibnu Al A’rabi berkata, “Biasanya orang Arab menyebut sesuatu yang sangat bagus dengan sebutan atiq.
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Tidak ada seorang pun ayah dari kalangan Muhajirin yang masuk Islam selain Abu Bakar.”
Diriwayatkan dari Az-Zuhri, dia berkata, “Abu Bakar berkulit putih kekuning-kuningan, lembut, berambut kriting, pangkal pahanya ramping, dan kain sarungnya tidak pernah naik di atas lututnya.”
Diceritakan bahwa dia sering berdagang ke Bashrah dan mendermakan hartanya kepada Nabi serta untuk membela agama Allah.”
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada harta yang lebih bermanfaat bagiku daripada hartanya Abu Bakar.”
Urwah bin Az-Zubair berkata, “Ketika Abu Bakar masuk Islam, dia mempunyai empat puluh ribu dinar.”
Amr bin Al Ash berkata, “Ya Rasulullah, siapa orang yang paling engkau senangi?” Beliau menjawab, “Abu Bakar.”
Diriwayatkan dari Ali, bahwa Nabi SAW pernah melihat Abu Bakar dan Umar seraya bersabda, “Kedua orang ini adalah pemimpin penghuni surga dari dulu hingga yang terakhir, kecuali para nabi dan rasul. Engkau jangan memberikan informasi ini kepada mereka wahai Ali.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Rasulullah SAW bersabda,
‘Seandainya aku boleh mengambil kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih’.”
Ibnu Abbas juga meriwayatkan hal yang sama, lalu dia menambahkan, “Tetapi dia adalah saudaraku dan sahabatku yang dilandaskan karena cinta kepada Allah. Tutuplah jendela masjid kecuali jendela Abu Bakar!”
Diriwayatkan dari Umar, dia berkata, “Abu Bakar adalah pemimpin kami, orang terbaik kami, dan orang yang menjadikan kami cinta kepada Rasulullah SAW.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, “Aku pernah berkata kepada Aisyah, ‘Siapa sahabat Nabi SAW yang paling beliau cintai?’ Aisyah menjawab, ‘Abu Bakar.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Dia menjawab, ‘Umar.’ Aku bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Dia menjawab, ‘Abu Ubaidah.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Aisyah kemudian tidak berkata apa-apa.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah SAW pernah duduk di atas mimbar lalu bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang diizinkan oleh Allah untuk memilih antara kemegahan dunia dengan apa yang yang ada di sisi-Nya, lalu dia memilih apa yang ada di sisi-Nya.” Abu Bakar berkata, “Kami siap menjadi penebusmu ya Rasulullah.”
Abu Sa’id berkata: Kami kemudian terkejut. Orang-orang pun berkata, “Lihatlah syaikh ini, Rasulullah mengabarkan tentang orang yang diberi pilihan oleh Allah, tetapi dia berkata, ‘Kami siap menjadi penebusmu’.”
Abu Sa’id berkata, “Orang yang diberi pilihan itu adalah Rasulullah SAW, sedangkan Abu Bakar adalah orang yang paling tahu tentang hal itu dari kami.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada seorang pun yang meminta kepada kami kecuali kami akan memberinya selain Abu Bakar, karena dia justru memiliki tangan yang dengannya Allah mencukupinya pada Hari Kiamat. Tidak ada harta yang memberiku manfaat sama sekali selain harta milik Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengambil seorang kekasih, tentu aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah, sahabat kalian ini adalah kekasih Allah’.”
Muhammad bin Jabir bin Muth’im berkata, “Ayahku menceritakan kepadaku bahwa seorang perempuan pernah datang menemui Rasulullah SAW lalu berkata tentang sesuatu kepada beliau dan beliau pun memerintahkan sesuatu kepadanya. Perempuan itu berkata, ‘Bagaimana ya Rasulullah jika aku tidak menemukanmu lagi (karena engkau meninggal)?’ Beliau menjawab, ‘Jika kamu tidak menemuiku lagi maka temuilah Abu Bakar’.”
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah bersabda kepadaku ketika beliau sedang sakit, ‘Panggillah Ayah dan saudaramu supaya menuliskan suratku, karena aku takut ada orang yang berangan-angan dan ada orang yang berkata begini dan begitu, lalu Allah dan orang-orang beriman menolak kecuali Abu Bakar’.”
Al Bukhari meriwayatkan dari hadits Abu Idris Al Khaulani, ia berkata: Aku mendengar Abu Ad-Darda` berkata, “Ketika Abu Bakar dan Umar sedang berdiskusi, tiba-tiba Umar marah kepada Abu Bakar. Umar kemudian keluar meninggalkannya dalam keadaan marah, lalu Abu Bakar mengikutinya dan menyuruhnya untuk beristighfar, tetapi Umar tidak melakukannya hingga dia menutup pintu di depannya. Abu Bakar lantas pergi menemui Rasulullah SAW. —Abu Ad-Darda` berkata, “Kami ketika itu berada di sisi Rasulullah.”— Setelah itu beliau bersabda, ‘Sahabat kalian ini adalah orang yang lapang dada’.”
Al Bukhari berkata, “Umar kemudian menyesali perbuatannya, maka ia lalu datang dan duduk di samping Nabi SAW, lantas menceritakan tentang masalah tersebut kepada Nabi .”
Abu Ad-Darda` lanjut berkata: Rasulullah SAW kemudian marah, lalu Abu Bakar berkata, “Demi Allah ya Rasulullah, aku benar-benar telah berbuat zhalim.” Rasulullah lalu bersabda, “Apakah kalian meninggalkan sahabatku karenaku? Aku menyerukan kepada kalian wahai manusia, Sesungguhnya aku adalah utusan kepada kalian semua, lalu kalian berkata, ‘Kamu berdusta’, namun Abu Bakar berkata, ‘Engkau benar’.”
Atha‘ bin As-Sa‘ib berkata, “Ketika Abu Bakar menjadi khalifah, pagi harinya dia memanggul barang dagangannya sendiri. Ketika dia bertemu dengan Umar dan Abu Ubaidah, mereka berdua lalu melarangnya.” Abu Bakar berkata, ‘Dari mana aku bisa memberi makan keluargaku?’ Mereka berdua berkata, ‘Pulanglah, kami yang akan mencukupimu.’ Mereka kemudian memberinya seekor kambing setiap hari, namun mereka mempertanyakan kepala dan perut kepada beliau!2 Umar berkata, ‘Aku yang akan memberikan keputusan.’ Abu Ubaidah berkata, ‘Kepada aku membayar dendanya.’ Umar berkata, ‘Selama satu bulan aku menjabat, tidak ada dua orang berperkara mengadu kepadaku’.”
Muhammad bin Sirin berkata, “Abu Bakar adalah sosok yang paling pandai menakwilkan mimpi dari kalangan umat ini setelah Nabi SAW.”
Zubair bin Bakkar berkata dari beberapa gurunya, “Pembesar para sahabat itu adalah Abu Bakar dan Ali.”
Diriwayatkan dari Urwah, dari Aisyah, bahwa dia pernah memanggil orang yang mengira bahwa Abu Bakar pernah melontarkan bait-bait syair, ia berkata, “Demi Allah, Abu Bakar tidak pernah membaca syair, baik pada masa jahiliyah mapun Islam. Dia dan Utsman telah meninggalkan minum khamer sejak masa jahiliyah.”
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Laila, bahwa Umar pernah naik ke atas mimbar kemudian berkata, “Ketahuilah, orang yang paling mulia dari umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar. Siapa pun yang mengatakan hal yang bertentangan dengan ini setelah aku berdiri di sini, berarti dia telah mereka-reka kebohongan, sehingga dia berhak mendapatkan hukuman.”
Abu Mu’awiyah dan jamaah berkata: Suhail bin Abu Shaleh bercerita dari ayahnya, dari Ibnu Umar, ia berkata, “Pada masa Rasulullah SAW, kami pernah berkata, ‘Jika Abu Bakar, Umar, dan Utsman meninggal dunia, maka semua manusia sama.’ Ketika perkataan tersebut sampai kepada Rasulullah SAW, beliau tidak mengingkarinya.”
Ali berkata, “Sebaik-baik orang dari kalangan umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar.”
Demi Allah, ucapan tersebut dikatakan oleh Ali dan disampaikan secara mutawatir* dari Ali, karena ia mengatakannya di atas mimbar Kufah. Semoga Allah menghancurkan orang-orang Rafidhah yang bodoh.
As-Suddi berkata: Diriwayatakan dari Abdul Khair, dari Ali, dia berkata, “Orang yang paling besar pahalanya dalam masalah mushaf adalah Abu Bakar. Dialah orang pertama yang mengumpulkan Al Qur`an dari lembaran-lembaran pelepah kurma.” Sanadnya hasan*.
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Hari pertama Abu Bakar sakit, beliau mandi. Pada saat itu cuaca sangat dingin, sehingga beliau menderita flu dan panas dingin, sehingga selama lima belas hari tidak dapat shalat berjamaah. Dia kemudian menyuruh Umar untuk memimpin shalat jamaah, dan mereka menjenguknya. Utsman lalu mewajibkan mereka untuk menjenguknya. Abu Bakar wafat pada malam Selasa, 22 Jumadil Akhir. Ketika itu beliau telah menjabat sebagai khalifah selama dua tahun seratus hari.”
Abu Ma’syar berkata, “Dua tahun empat bulan kurang empat malam.”
Al Waqidi berkata, “Ketika Abu Bakar sudah merasa berat, dia memanggil Abdurrahman bin Auf seraya berkata, ‘Ceritakan kepadaku tentang Umar!’ Abdurrahman menjawab, ‘Jangan bertanya kepadaku tentang sesuatu yang engkau lebih tahu dariku.’ Abu Bakar berkata, ‘Tidak apa-apa.’ Abdurrahman berkata, ‘Demi Allah, pendapatnya lebih baik darimu di dalamnya.’ Abu Bakar kemudian memanggil Utsman dan bertanya kepadanya tentang Umar. Utsman lalu menjawab, ‘Menurutku, jiwanya lebih baik daripada lahirnya, dan di antara kita tidak ada orang yang sebanding dengannya.’ Abu Bakar berkata, ‘Semoga Allah merahmatimu. Demi Allah, seandainya kamu meninggalkannya maka aku akan memusuhimu. Oleh karena itu, Sa’id bin Az-Zubair, Asyad bin Hudhair, dan yang lain selalu mengajak mereka berdua bermusyawarah. Seorang pria kemudian berkata, ‘Apa yang kamu katakan kepada Tuhanmu jika Dia bertanya tentang penggantimu, Umar, padahal kamu telah mengetahui kesalahannya?’ Abu Bakar berkata, ‘Dudukkanlah aku, apakah engkau ingin menakut-nakuti diriku dengan Allah? Aku ingin menegaskan bahwa aku telah memilih seorang khalifah terbaik di antara umat-Nya’.”
Setelah itu Abu Bakar memanggil Utsman seraya berkata, “Tulislah bismillahirrahmanirrahim, inilah janji Abu Bakar bin Abu Quhafah pada akhir masanya di dunia menjelang ajalnya tiba dan awal masanya memasuki akhirat, kendati orang kafir menjadi beriman, orang jahat menjadi baik, dan pendusta menjadi jujur, bahwa aku memilih Umar bin Khaththab sebagai penggantiku. Dengarlah dan taatilah dia. Sesungguhnya aku tidak pernah mengurangi kebaikan Allah, Rasul-Nya, agamanya, diriku, dan diri kalian. Jika benar maka itulah prasangkaku dan pengetahuanku di dalamnya. Jika ternyata meleset, maka setiap orang bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannnya. Aku hanya menginginkan kebaikan dan aku tidak mengetahui alam gaib, ‘Dan orang-orang yang zhalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali’.” (Qs. Asy-Syu’araa` [26]: 227)
Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Hafsh bin Umar, bahwa menjelang Abu Bakar meninggal dunia, Aisyah sempat membaca syair,
Sumpah, kekayaan tidak bermanfaat bagi seseorang
Jika ajal t’lah menjemput dan dada menyempit
Abu Bakar berkata, “Bukan seperti itu tetapi, ‘Sakaratul maut telah datang dengan benar’. (Qs. Qaaf [50]: 19) Sesungguhnya aku menitipkan kebun ini kepadamu, maka jika ada sesuatu yang menjadi hakku padanya, kembalikan kepada ahli waris.” Aisyah menjawab, “Ya.” Abu Bakar lalu berkata, “Sesungguhnya kami sejak menjabat sebagai Amirul Mukminin tidak pernah makan uang dinar dan dirham mereka, tetapi kami memasukkan makanan yang paling jelek ke dalam perut kami dan memakai pakaian yang paling rendah kualitasnya di badan kami. Kami juga tidak pernah mengambil sesuatu dari pajak kaum muslim kecuali seorang budak Habsyi ini, unta tua ini, dan unta hamil ini. Jika aku meninggal dunia maka kembalikan seluruhnya kepada Umar.” Aisyah pun melaksanakannya.
Al Qasim berkata: Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata “Ketika Abu Bakar menjelang wafat, ia sempat berkata, ‘Yang aku tahu bahwa keluarga Abu Bakar hanya memiliki unta ini dan budak ini. Dia bekerja sebagai pedangnya kaum muslim dan mengabdi kepada kami. Jika aku meninggal dunia maka kembalikan dia kepada Umar.’ Ketika Aisyah mengembalikannya kepada Umar, Umar berkata, ‘Semoga Allah merahmati Abu Bakar, dia telah memberatkan orang-orang sesudahnya’.”
Az-Zuhri berkata, “Abu Bakar pernah berwasiat agar dia dimandikan oleh istrinya, Asma` binti Umais, dan jika tidak bisa maka mintalah bantuan kepada anaknya, Abdurrahman.”
Abdul Wahid bin Aiman dan lainnya berkata: Diriwayatkan dari Abu Ja’far Al Baqir, ia berkata, “Ali pernah datang menengok Abu Bakar setelah ia dibungkus kain kafan, ia berkata, ‘Tidak ada orang yang bertemu Allah dengan shahifahnya lebih aku cintai daripada orang yang terbungkus dengan kafan ini’.”
Al Qasim berkata, “Abu Bakar pernah berwasiat agar dikuburkan di samping Rasulullah SAW, maka ketika kuburan telah digali kepalanya pun diletakkan di sisi kedua pundak Rasulullah SAW.”
Diriwayatkan dari Amir bin Abdullah bin Zubair, ia berkata, “Kepala Abu Bakar diletakkan di sisi kedua pundak Rasulullah SAW, sedangkan kepala Umar diletakkan di samping pinggang Abu Bakar.”
Diriwaytkan dari Mujahid, ia berkata, “Abu Quhafah berkata kepada ahli warisnya, ‘Aku telah mengembalikan hal itu kepada anaknya. Setelah itu dia hanya bisa bertahan hidup selama enam bulan beberapa hari’.”
Diriwayatkan bahwa yang memperoleh warisannya adalah ayahnya, kedua istrinya, Asma` binti Umais dan Habibah binti Kharijah, ibu Ummu Kultsum, Abdurrahman, Muhammad, Aisyah, Asma‘, dan Ummu Kultsum.
Pembai’atan Abu Bakar
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Umar pernah berkhutbah di hadapan manusia, “Sampai kepadaku berita bahwa seseorang berkata, ‘Seandainya Umar meninggal dunia maka aku akan memba’iat si fulan’. Sementara tidak seorang pun berani mengatakan bahwa di dalam bai’at Abu Bakar terdapat kesalahan, dan tidak ada di antara kalian yang berani berkorban seperti Abu Bakar. Dialah orang yang paling mulia di antara kita. Ketika Rasulullah SAW meninggal, orang-orang Muhajirin berkumpul, sementara Ali dan Zubair tertinggal di rumah Fatimah binti Rasulullah, sedangkan orang-orang Anshar tertinggal di kampung bani Sa’idah.
Aku pernah berkata kepada Abu Bakar, ‘Wahai Abu Bakar, mari kita pergi ke saudara-saudara kita dari golongan Anshar’.
Kami kemudian menemui mereka. Di tengah jalan ada dua orang shalih dari Anshar menemui kami seraya berkata, ‘Aku harap kalian tidak mendatangi mereka karena mereka akan membuat kalian jengkel’. Aku lantas berkata, ‘Demi Allah, kami tetap akan mendatangi mereka’. Kami kemudian mendatangi mereka yang ketika itu sedang berada di kampung bani Sa’idah. Ternyata mereka sedang mengerumuni seorang laki-laki yang berselimut. Melihat itu, aku berkata, ‘Siapa dia?’ Mereka menjawab, ‘Sa’ad bin Ubadah yang sedang sakit’. Setelah itu kami pun duduk beristirahat. Tiba-tiba juru bicara mereka berdiri, memuji Allah, kemudian berkata, ‘Amma ba’du, kami orang-orang Anshar adalah orang-orang yang beriman dan kalian orang-orang Muhajirin adalah bagian dari kami. Telah datang kepada kalian secara berduyun-duyun, rombongan orang-orang yang ingin mengusir kami dari negeri asal kami dan memberontak kepada kami.’
Ketika dia diam, tiba-tiba aku ingin melontarkan sebuah perkataan yang dulu pernah membuatku takjub di hadapan Abu Bakar. Namun ketika itu Abu Bakar berkata, ‘Tahan, aku lebih tahu tentangnya dan aku tidak suka membuatnya marah. Dia lebih baik dariku dan ia juga lebih layak serta lebih tenang.’ Beliau kemudian berbicara. Demi Allah, beliau tidak meninggalkan satu kalimat pun yang dulu pernah membuatku takjub itu beliau katakan lagi, bahkan lebih baik lagi, hingga yang lain terdiam.”
Setelah itu Umar berkata, “Amma ba’du, jika kalian mengingat kebaikan, maka kebaikan itu ada pada kalian wahai orang-orang Anshar. Kalianlah pemiliknya dan lebih baik darinya. Orang-orang Arab tidak mengetahui masalah ini kecuali orang-orang yang ada di kampung Quraisy. Mereka adalah orang-orang Arab yang memiliki nasab dan kampung yang lebih baik. Aku telah merestui kedua orang ini untuk kalian, maka bai’atlah salah seorang di antara mereka sesuka kalian.”
Umar lantas meraih tanganku dan tangan Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Abu Ubaidah bin Jarrah lalu berkata, “Aku tidak membenci perkataannya sedikit pun selain perkataan itu. Demi Allah, jika aku disuruh maju lalu terbunuh, itu merupakan dosa yang lebih aku sukai daripada memimpin suatu kaum yang di dalamnya masih ada Abu Bakar, kecuali jiwaku berubah ketika mati.”
Tiba-tiba seorang pria Anshar3 berkata, “Aku ketengahi pembicaraan ini, kami mempunyai pemimpin dan kalian juga mempunyai pemimpin wahai orang-orang Muhajirin?”
Tiba-tiba keadaan menjadi ricuh dan banyak suara bersautan hingga ditakutkan terjadi perselisihan, maka kami berkata “Rentangkan tanganmu wahai Abu Bakar.” Beliau pun membentangkan tangannya, kemudian aku membai’atnya, lalu diikuti oleh orang-orang Muhajirin dan Anshar, sementara mereka mencela Sa’ad bin Ubadah. Seorang pria berkata, ‘Kalian telah membunuh Sa’ad.’ Aku menjawab, ‘Allah telah membunuh Sa’ad’.”
Umar berkata, “Demi Allah, tidak ada perkara yang di dalamnya terjadi kesepakatan mutlak di antara kami kecuali dalam pembai’atan Abu Bakar. Kami takut, jika kami memisahkan kaum dan tidak ada ba’iat, lalu terjadi bai’at sesudah kami, maka yang terjadi adalah kita membai’at mereka dengan ketidakridhaan, atau menentang mereka sehingga terjadi keonaran.”
Diriwayatkan dari Zirr, dari Abdullah, ia berkata: Ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, orang-orang Anshar berkata, “Kami memiliki pemimpin dan kalian memiliki pemimpin.” Lalu mereka mendatangi Umar seraya berkata, “Wahai orang-orang Anshar, tidakkah kalian mengetahui bahwa Abu Bakar telah diperintah Nabi SAW untuk memimpin manusia?” Mereka menjawab, “Ya.” Umar lanjut berkata, “Mana di antara kalian orang yang melebihi Abu Bakar?” —Menurutku maksudnya dalam shalat— Orang-orang Anshar berkata, “Kami berlindung kepada Allah, tidak ada di antara kami orang yang lebih baik dari Abu Bakar.”
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata, “Abu Bakar pernah berkata kepada Umar, ‘Ulurkan tanganmu, kami akan membai’atmu.’ Umar berkata, ‘(Tidak) kamu lebih baik dariku.’ Abu Bakar berkata, ‘Tapi kamu lebih kuat dariku.’ Umar berkata, ‘Sesungguhnya kekuatanku ada bersama kemuliaanmu’.”
Diriwayatkan dari Anas, bahwa dia pernah mendengar khutbah Umar yang terakhir, “Ketika Abu Bakar duduk di atas mimbar Rasulullah satu hari sebelum Rasulullah wafat, aku membaca syahadat seraya berkata, ‘Amma ba’du, sesungguhnya kemarin aku mengatakan kepada kalian suatu perkataan yang belum pernah aku katakan. Aku tidak mendapati perkataan yang pernah aku katakan kepada kalian di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW, tetapi aku berharap dia tetap hidup untuk mengatur kita —dia berkata hingga Rasulullah SAW menjadi yang terakhir hidup di antara kita— maka dari itu Allah memilih Rasul-Nya, apa yang ada di sisinya lebih tinggi daripada apa yang ada di sisi kalian. Walaupun Rasulullah SAW telah meninggal, tetapi Allah telah memberikan Kitab-Nya yang dengannya Dia memberikan petunjuk kepada Muhammad. Oleh karena itu, berpegang teguhlah kepadanya, niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk seperti yang dibawa oleh Muhammad.”
Umar kemudian menyebutkan Abu Bakar, sahabat Rasulullah, orang kedua setelah Rasulullah, dan orang yang paling berhak memimpin mereka. Dia lalu berdiri dan berbai’at, sedangkan beberapa orang dari mereka sebelumnya telah membai’atnya di perkampungan bani Sa’idah, di atas mimbar, dengan bai’at yang bersifat umum.
Dikatakan bahwa Ali RA ketika itu enggan memba’iat untuk beberapa saat.
Urwah berkata: Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Ketika Fatimah meninggal, enam bulan setelah ayahnya meninggal, ahlul baitnya berkumpul untuk menemui Ali. Mereka mengirim seorang utusan kepada Abu Bakar untuk menyampaikan pesan, ‘Datanglah kepada kami!’ Umar berkata, ‘Tidak, demi Allah, jangan datangi mereka.’ Namun Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah, aku akan mendatangi mereka dan aku tidak takut kepada mereka’. Abu Bakar lalu datang menemui mereka. Beliau lantas memuji Allah seraya berkata, ‘Aku sudah mengetahui pendapat kalian. Kalian merasa keberatan menerimaku sebagai pemimpin kalian. Demi Allah, aku tidak melakukan ini kecuali karena aku tidak ingin melanggar perintah Rasulullah SAW. Aku melihat pengaruh di dalamnya dan tindakannya kepada orang lain, sehingga aku menempuh jalannya dan melaksanakan ketetapan-Nya. Demi Allah, menyambung persaudaraan dengan kalian lebih aku sukai daripada menyambung persaudaraan dengan keluarga kerabatku karena kedekatan kalian dengan Rasulullah dan karena besarnya hak beliau.’
Setelah itu Ali bersaksi seraya berkata, ‘Wahai Abu Bakar, demi Allah, kami tidak merasa iri kepada kebaikan yang diberikan Allah kepadamu, untuk sesuatu yang tidak berhak kamu dapatkan, tetapi kami tengah menghadapi satu masalah yang tadinya telah kamu ketahui, lalu hal itu hilang dari kami, sehingga kami merasa tertekan. Tetapi aku berpendapat untuk memba’iat dan masuk ke dalam barisan orang-orang yang ikut bersamamu. Menjelang siang nanti, laksanakan shalat Zhuhur berjamaah bersama orang-orang dan duduklah di atas mimbar, niscaya aku akan memba’iatmu.”
Setelah Abu Bakar shalat Zhuhur, beliau naik ke atas mimbar, lalu memuji Allah, kemudian menceritakan tentang bergabungnya Ali ke dalam barisan jamaah dan pembai’atan. Ali kemudian berdiri, lalu memuji Allah, lantas menceritakan tentang kemuliaan Abu Bakar dan usianya, bahwa dialah orang yang diberi kebaikan oleh Allah. Ali kemudian mendekati Abu Bakar dan membai’atnya.
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari hadits Aqil, dari Az-Zuhri, dari Urwah dari Aisyah, ia mengatakan bahwa Ali sempat berbeda pendapat dengan para sahabat lainnya dalam masalah pembai’atan Abu Bakar ketika Fatimah masih hidup. Namun setelah Fatimah meninggal dunia, pandangannya berubah, maka beliau berdamai dengan Abu Bakar dan membai’atnya.”4-----------------
ref. ringkasan siyar alam an-nubala
terb. pustaka azzam
Labels: Abu Bakar Shiddiq
0 Comments:
Post a Comment
Silakan isikan komentar dengan bahasan yang santun
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home